Senin, 12 Januari 2009

Hukum dalam Islam (Sumber Hukum Islam)


A. Sumber Pokok
1. Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam Pertama
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril untuk dijadikan pedoman hidup, sumber hukum dan petunjuk bagi umatnya guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.


Al Qur'an merupakan asas hukum yang pertama dan utama dalam Islam. Kandungan Al-Qur'an ialah hidayah, hukum, dan pengajaran untuk mengatur kehidupan manusia demi kebahagian mereka di dunia dan akhirat. Kandungannya yang sempurna dan cukup luas dapat mengatur dan menyelesaikan berbagai persoalan dan masalah yang dihadapi oleh manusia pada berbagai zaman.
2. As-Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam Kedua
As-Sunnah menurut bahasa berarti kebiasaan atau jalan/yang dijalani. Dalam kaitannya dengan sumber hukum Islam, yang dimaksud dengan As-Sunnah adalah segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang atau dianjurkan oleh Raulullah saw., baik berupaperkataan, perbuatan maupun ketetapannya.
Dengan pengertian seperti ini, jelas bahwa semua yang ada pada diri Rasullulah saw. adalah suri tauladan bagi umatnya. Maka dapat dipahami bahwa As-Sunnah merupakan salah satu sumber hukum Islam yang wajib ditaati oleh umat Islam sebagaimana mereka menaati terhadap ketentuan-ketentuan yang ada dalam Al-Qur’an.
Yang dimaksud dengan As-Sunnah sebagai sumber hukum islam ialah bahwa selain terhadap Al-Qur’an, seluruh umat Islam wajib menjadikan As-Sunnah sebagai pedoman dan pegangan hidup, men ialah bahwa selain terhadap Al-Qur’an, seluruh umat Islam wajib menjadikan As-Sunnah sebagai pedoman dan pegangan hidup, menyadarkan segala permasalahan hidupnya kepada As-Sunnah.
3. Kesepakatan Ulama (Ijma’)
Ijma' ialah kesepakatan seluruh 'ulama' Islam pada suatu masa sesudah wafat Rasulullah s.a.w terhadap hukum syara' yang berlaku di atas suatu perkara yang berkaitan dengan agama islam. Ijma' adalah hujjah atau dalil dalam pembinaan hukum Islam. Malah ia merupakan asas yang ketiga dalam pembinaan hukum Islam. Kedudukan ijma' di segi ketetapan hukum adalah sama seperti hukum-hukum yang ditetapkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah. Ini berdasarkan kepada dalil-dalil pada Al-Qur'an dan As-Sunnah sendiri.
Firman Allah dalam surat An Nisa’ ayat 59:
"Hai orang orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul dan ulil amri di kalangan kamu." (An Nisa': 59)
Ulil amri dalam Islam adalah para ulama, mereka memegang tugas-tugas pemerintahan secara langsung atau tidak secara langsung. karena dalam Islam, para pemerintah terdiri dari kalangan orang-orang yang mahir dalam seluk beluk agama. Islam tidak menerima pemisahan dengan memberikan tugas-tugas agama kepada segolongan yang dipanggil ulama dan tugas-tugas pemerintahan kepada orang-orang yang tidak tahu menahu tentang agama.
Oleh karena itu menta'ati ulil amri berarti menta'ati Allah dan Rasul dalam hal-hal yang berkaitan dengan Islam dan urusan orang-orang yang ber'iman. Sabda Rasulullah saw.:
"Tidaklah berkumpul (sepakat) umatku atas kesalahan"
Berkumpulnya para ulama Islam yang mukhlisin dan salihin tidak mungkin dengan tujuan maksiat. Tetapi sebaliknya adalah dengan tujuan kebaikan dan taqwa. Firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 2:
"Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (Al Ma'idah: 2)
B. Sumber Pelengkap
Yang dimaksud sumber pelengkap ialah ketetapan-ketetapan hukum suatu perkara bukan berdasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah secara langsung.
Al Ijtihad
Ijtihad ialah pencurahan daya pemikiran secara bersungguh-sungguh dan habis-habisan untuk mendapatkan suatu hukum syara' mengenai suatu masalah yang tidak terdapat hukumnya secara putus dari al Qur'an dan as-Sunnah. Ijtihad dilakukan dengan berpadukan pada dasar-dasar umum dan ruh yang terkandung di dalam al Qur’an dan al Sunnah.
Ijtihad adalah asas keempat dalam pembinaan hukum Islam karena melaluinya beberapa hukum baru di sekitar dasar-dasar umum yang ditetapkan oleh Al-Qur'an dan Al-Sunnah dapat ditetapkan. Dengan ada keluasan yang begini, umat Islam akan terus dapat menghadapi segala perkara-perkara baru yang timbul dalam kehidupan mereka.
Dalam berijtihad perlu:
1. Memahami alasan-alasan bagi penetapan hukum yang dilakukan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah terhadap suatu perkara dan coba mencari persamaannya dengan perkara yang hendak diijtihadkan hukumnya
2. Berusaha memahami kemaslahatan dan kemudaratan suatu perkara dan menetapkan suatu ketetapan berdasarkan kepada perkara yang paling besar maslahatnya kepada tujuan melindungi agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta benda orang banyak.
3. Memahami adat kebiasaan manusia dan masyarakat dan menetapkan sesuatu yang bersesuaian dengan adat kebiasan manusia tanpa mencanggahi sudut syari'at.
4. Menilai semua hujjah-hujjah yang diberikan oleh para 'ulama dari kalangan sahabah dan lain-lain yang berkaitan dengan perkara-perkara yang tidak mencapai perkara yang diijma'kan. Kemudian menetapkan hukum berlandaskan hujjah yang terkuat di antara hujjah-hujjah tersebut
5. Mengkaji hujjah-hujjah, latar belakang atau pengajaran-pengajaran umum dari syari'at nabi-nabi sebelum Rasulullah s.a.w dan kemudian menetapkan keputusan secara umum atau secara terperinci dari syari'at-syari'at tersebut yang tidak dimansukkan dan tidak pula disebut berkenaannya syari'at Rasulullah s.a.w.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Template by : kendhin x-template.blogspot.com